Jumat, 14 Maret 2014

CyberCrime di Indonesia

Cybercrime atau kejahatan di dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahtan. Walaupun cybercrime umumnya mengacu kepada ativitas kejahatan dengan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional dimana komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.



Contoh kasus di Indoneia 
Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.
Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.
Membajak situs web . Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?
Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.
Probing dan port scanning . Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan?

Namun kita pun dapat menanggulangi permasalahan cybercrime ini, memang sulit untuk di hilangkan tapi bisa untuk di minimalisir, diantaranya dengan :
1.Internet Firewall
Jaringan komputer yang terhubung ke Internet perlu dilengkapi dengan internet Firewall. Internet Firewall berfungsi untuk mencegah akses dari pihak luar ke sistem internal. Dengan demikian data-data yang berada dalam jaringan komputer tidak dapat diakses oleh pihak-pihak luar yang tidak bertanggung jawab.
2.Kriptografi
Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim disandikanterlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga.
3.Secure Socket Layer (SSL)
Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui Internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak dapat lagi membaca isi data.





Adapun tinjauan hukum Cybercrime di Indonesia sendiri, setidaknya sudah terdapat Undang-Undang no. 11 tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang di gawangi olehDirektorat Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika.Subyek-subyek muatannya ialah menyangkut masalah yurisdiksi, perlindunganhak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI)dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime. UU tersebut mengkaji cyber case dalam beberapa sudut pandang secara komprehensif dan spesifik,fokusnya adalah semua aktivitas yang dilakukan dalam cyberspace, kemudianditentukan pendekatan mana yang paling cocok untuk regulasi Hukum Cyber di Indonesia. Jaringan komputer global pada awalnya digunakan hanya untuk saling tukar-menukar informasi, tetapi kemudian meningkat dari sekedar mediakomunikasi kemudian menjadi sarana untuk melakukan kegiatan komersilseperti informasi, penjualan dan pembelian produk.Keberadaannya menjadi sebuah intangible asset sebagaimana layaknyaintelectual property. Adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasimerupakan infrastruktur bagi perkembangan ekonomi suatu negara,mengharuskan kita secara sistematis membangun pertumbuhan pemanfaatanTeknologi Informasi di Indonesia.
 Upaya penanggulangan cyber crime di Indonesia selama ini adalah berdasarkan2 hal yang terkait, yaitu :
1. Kebijakan Hukum Pidana dalam penanggulangan cyber crime.
2. Pembentukan cyber law untuk penanggulangan cyber crime
Indonesia adalah negara hukum, bukan negara atas kekuasaan belaka. Inimengisyaratkan bahwa perikehidupan berbagsa, bernegara dan bermasyarakatmengikuti hukum. Segala konflik yang terjadi adalah diselesaikan menuruthukum sehingga tercapai kepastian hukum. Ditinjau idealisme di atas maka perlu segera dibentuk cyber law.
Sektor cyber space, juga banyak bersentuhan dengan sektor-sektor lain. Selamaini, sektor-sektor itu telah memiliki aturasn khusus dalam pelaksanaannya. Ada beberapa aturan yang bersentuhan dengan dunia cyber yang dapat digunakanuntuk menjerat pelaku cyber crime, sehingga sepak terjang mereka makinsempit.
Peraturan-peraturan khusus itu adalah, sebagai berikut :
·         Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
·      Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopolidan  Persaingan Usaha Tidak Sehat.
·         Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
·         Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
·         Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Hak Paten.
·         Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merk.
Undang – undang di atas adalah Undang – undang yang lama sebelum di sahkannya Undang – undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) pada tahun 2008.

Akan tetapi walau pun telah adanya undang-undang tentang cybercrime di Indonesia, tetap saja masih banyak terjadi kasus cybercrime. oleh karenanya kita tidak bisa hanya berpangku pada undang-undang tersebut, kita pun harus turut memerangi cybercrime ata setidaknya mencegah cybercrime itu terjadi pada diri kita sendiri.

Sumber :
Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar